makalah beban kerja


K3

gambar institut kamu


BEBAN KERJA
Disusun oleh
Nama : Muh. Adi puryadi
Nim    : 5212413028
Prodi  : Teknik Mesin S1

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG




BEBAN KERJA


Tubuh manusia di rancang untuk melakukuan aktivitass pekerjaan sehari hari. Adanya massa otot yang bobot nya melebihi berat sepuluh berat tubeh, memungkinkan kata untuk dapat menggerakan tubuh dan melakukan  pekerjaan. Pekerjaan di satu p[ihak mempunyaio arti penti ng bagi kemajuan dan peningkatan prestasi, sehingga mencapai kehidupan yang prodouktih sebagai salah satu tujuan hidup.
Dari sudut pandang ekonomi, setiap beban kerja yang di terima oleh seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatassan manusia yan g menerima beban tersebut. Menurut suma’mur (1984) bahwa kemampuan kerja sesorang tenaga kerja  berbeda dari satu yang lainnya dan sangat tergantung dari sikap dan keterampilan, kesegaran jasmaani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukiuran tubauhb dari pekerja yang bersangkutan.

7.1 Faktor yang mempengaruhi beban kerja
Menurut rodahl (1989) Adiputra (1998) dan manuaba (2000) bahwa secara umum hubungan antara bebana kekrja dan kapasitas kerja did pengatuhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks baik faktor internal maupun faktor eksternal.

7.1.1 Beban kerja oleh karena faktor eksternal

Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja. Yang termasuk beban kerja eksternal adalah tugas 9 (task) itu sendiri, organisasi dan linghkungan kerja. Ketiga aspek oni sering di sebut sebagai  stressor.
1.      Tegas tugas (task) yang dilaukukan baik yang bersifat fisik seprti, stasiun kerja, tata ruang kerja, cara angkat angkut, bebean yang di angkut, alat bantu kerja , sarana informasi termasuk display dan kontrol, alur kerja dll.
2.      Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja seperti, lamanya waktu kerja waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, sistem kerja, musik kerja, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenanag dll.
3.      Lingkungan kerrja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja adalah :

Ø  Lingkunfan kerja fisik seperti: mikroklimat (suhu udara ambien,kelembaban udara, kecepatan rambat udara, suhu radiasi ) intensitas penerangan,intensitas kebisingan dan tekanan udara .
Ø  Lingkungan kerja kimiawi seperti debu, gas gas pencemar udara, uap logam, fume dalam udara  dll.
Ø  Lingkungan kerja biologis seperti meliputi: bakteri virus dan parasit, jamur, serangga,dll
Ø  Lingkungan kerja psikologis seperti : pemilihan dan penempatan tenaga kerja, hubungan antara pekerja dengan pekerja, pekerja dengan atasan, pekerja dengan keluarga dan pekerja dengan  lingkungan sosial yang berdampak kepada performasi kerja di tempat kerja.

7.1.2 beban kerja oleh karena faktor internal
Faktor internal beban kerja adalah faktyor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri sebagia akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi tubuh tersebut di kenal sebagi strain dapat di nilai baik secara objektif maupun subjektif. Penilaian secara objektif yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis. Sedangkan penilaian subjektif dapat di lakukan melalui perubahan secara fisiologis , sedangkan secara subjektif dapat dilakukan melalui perubahan reaksi psiologis dan perubahan perilaku. Karena itu strain secara subjektif berkait erat dengan harapan, keinginan, kepuasan dan penilaian subjektif lainnya. Secara lebiih ringkas faktor  internal meliputi :
a)      Faktor somatis meliputi( jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, status gizi )  serta:
b)      Fakttor psikis (motovasi, peersepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasa, dll)



7.2 Penilaian beban kerja fisik
Menuturut Astrand dan Rodahl (1977) dan Rodahl (1989) Bahwa penilaian beban kerja fisik dapat di lakukan  dengan dua metode secara objektif , yaitu metode pengukuran langsung dan metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung  yaitu dengan mengukur energi yang di gunakan atau di keluarkan melalui asupan oksigen selama bekerja. Sedangkan metode pengukuran tidak langsung adlah dengan menghitung denyut nadi selama bekerja.
Lebih lanjut cristensen (1991) dan grandjean (1993) menjelaskan bahwa salah satu pendekatan untuk mrngetahui berat ringanya beban kerja adalah dengan menghitung nadi kerja, konsumsi oksigen, kapasitas ventilasi suhu dan paru inti tubuh. Pada batas tertentu ventilasi paru, denyut jantung dan suhu tubuh mempunyai hubungan yang linier dengan konsumsi oksigen atau pekerjaan yang dilakukan, kumidian konz (1996) mengemukakan bahwa denyut jantung adlah suatu alat etimasi lajun metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi dan vasolidasi.

Berat ringannya beban kerja yang din terima seseorang tenaga kerja dapat digunakan untuk menentukan beberapa lama seorang tenaga kerja dapat melakukan aktivitas pekerjaannya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerja yang bersankutan. Dimana semakin berat beban kerja, maka semakin pendek waktu kerja seseorang untuk bekerja  tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya.

7.3 Penilaian beban kerja beradarkan jumlah kebutuhan kalori
Salah satu kebutuhan utama dalam dalam pergeraka otot adlah kebutuhan akan oksigen yang di bawa oleh darah ke otot untuk pembakaran zat dalam menghasilkan energi. Sehingga jumlah oksigen yang di pergunakan oleh tubuh untuk bekerja merupakan salah satu indikator pembebanan selama bekerja. Dengan demikian selama aktifitas pekerjaan memerlukan energi yang di hasilkan dari proses pembakaran. Semakin berat pekerjaan yang dilakukan maka akan semakin besar pula energi yang di keluarkan. Berdasarkan hal tersebut maka besarnya jumlah kebutuhan kalori dapat di gunakan sebagai petunjuk  untuk menentukan berat ringannya beban kerja.
Berkaitan dengan hal tersebut, Menteri tenaga kerja melalui keputusan nomor 51 (1999) menetapkan kategori beban kerja menurut kebutuhan kalori ssebagi berikut :
Ø  Beban kerja ringan     : 100-200 Kilo kalori/jam
Ø  Beban kerja sedang    : > 200-350 Kilo kalori/jam
Ø  Beban kerja berat       : > 350-500 Kilo kalori/jam
Kebutuhan kalori dapat di nyatakan dalam kalori yang dapat dikukur secara tidak langsung dengan menentuakan kebutuhan oksigen. Setiap kebutuhan satu liter oksigen akan memberikan 4,8 Kilo kalori (Suma’mur 1982). Sebagi dasar perhitungan dalam menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan seseorang dalam melakukan aktivitas pekerjaannya, dapat dilakukan melaui pendekatan atau taksiran kebutuhan kalori untuk jenis aktivitasnya.

Menurut Grandjenan (1993) bahwa kebutuhan kalori seorang pekerja selama 24 jam sehari ditentukan oleh tiga hal:
1)      Kebutuhan kalori untuk metabolisme basal. Dimana seseorang laki laki dewasamemerliukan kalori untuk metabolisme basal  ± 100 Kilo Joule (23,87 Kilo Kalori) per 24 jam per kg-BB sedangkan wanita dewasa memerlukan  kalori untuk metabolisme basal ±98 Kilo Joule(23,39 Kilo Kalori) per 24 jam per kg-BB. Sebagai contoh: Seorang laki-laki dewasa dengan berat badan 60 kg akan memerlukan kalori untuk metabolisme basal sebesar ±6000 Kilo Joule (1432 Kilo Kalori) per 24 jam.
2)      Kebutuhan kalori untuk karja. Kebutuhan kalori kerja sangat ditentukan dengan jenis aktivitas kerja yanga sangat dilakukan atau berat ringanya pekerjaan , seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
3)      Kebutuhan kalori untuk aktivitas aktivitas lain di luar jam kerja. Rerata kebutuhan kalori untuk aktivitas di luar jam kerja adalah ±2400 Kilo Joule (573 Kilo kalori) untuk laki lkai dewasa sebesar 2000 -2400 Kilo Joule (477-425 Kilo Kalori) per hari untuk wanita dewasa.
Berdasarkan uraian tersebut dapat digaris bawahi bahwa, penentuan kategori beban fisik berdasarkan kebutuhan oksigen melalui penaksiran kebutuhan kalori belum dapat menggambarkan beban sebenarnya yang di terima oleh seorang pekerja. Hal tersebut di sebabkan karena masih banyak faktor yang mempengaruhi kebutuhan kalori. Selain berat ringannya pekerjaan itu sendiri, juga di pengaruhi oleh lingkungan tempat bekerja, cara dan sikap kerja serta stasiun kaerja yang diguynakan selama bekerja. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penilaian beban kerja yang dapat menggambarkan secara keseluruhan beban yang diterima seorang yang bekerja.

7.4 Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi Kerja
Pengukuran denyut jantung selama bekerja merupakan suatu metode untuk menilai Cardiovascular strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk menghitung denyut nadi adlah telemetri dengan menggunakan rangsangan Elecro Cardio Graph (ECP). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia, maka dapat dicatat secara manual memakai stopwatch dengan metode 10 denyut (Kilbon, 1992). Dengan metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagi berikut:



denyut nadi = denyut nadi / waktu perhitungan x 60
 



Selain metode 10 denyut tersebut, dapat juga dilakukan perhitungan denyut naddi dengan metode 15 detik atau 30 detik. Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringannya beban kerja memulai beberapa keuntungan. Selain mudah, cepat, sangkil dan murah juga tidak diperlukan perlatan yang mahal serta hasilnya cukup reriabel. Disamping itu tidak terlalu mengganggu proses kerja dan tidak menyakiti orang yang diperiksa. Kepekaan denyut nadi terhadap perubahan pembebanan yang di terima tubuh cukup tinggi. Denyut nadi akan segera berubah seirama dengan perubahan pembebanan mekanik, fisika maupun kimiawi (kurniawan, 1995).
Denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis yang didefinisikan oleh Grandjean (1993).
1)      Denyut nadi istirahat  : Adalah rerat denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai.
2)      Denyut nadi kerja       : Adalah rerata denyut nadi selama bekerja.
3)      Nadi kerja                   : Adalah selisih anatara denyut nadi istirahat dan denyut nadi        kerja
Peningkatan denyut nadi mempunyai perna yang sangat penting di dalam peningkan output dari istirahat sampai kerja maksimum. Peningkatan yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja maksimum tersebut oleh Rodahl (1989) di definisikan sebagai berat rate reserve (HR reserve). HR reeserve tersebut diekspresikan dalam presentase yang dapat dihutung dengan menggunakan rumus sebagi berikut :





 prosentase HR reserve
 = denyut nadi kerja - denyut nadi istirahat x 100
    dnyt nadi mksimum - denyt nadi istrhat
 




Lebih lanjut, Manuaba & Vanwonterrghem (1996) menentukan klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang di bandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskuler (Cardiovasculair load = %CVL) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

   %CVL= denyut nadi kerja - denyut nadi istirahat x 100
                   dnyt nadi mksimum - denyt nadi istrhat

 
 




Dimana denyut nadi maksimum adalah (220-umur) untuk laki laki dan (200-umur)untuk wanita.
Dari hasil perhitungan %CVL tersebut kemudian di bandingkan dengan klasifikasi yang telah di tetapkan sebagi berikut :

            <30%               = Tidak terjadi kelelahan   
            30 s.d. <60%    = Diperlukan perbaikan
            60 s.d. <80%   = Kerja dalam waktu singkat
            80 s.d. <100%  = Diperlukan tindakan segera
            >100%             = Tidak diperlukan beraktivitas
                                                                                                                        
7.5 Beban Kerja Mental
Selain beban kerja fisik, beban kerja yang bersifat mental harus pula dinilai. Namun demikian penilaiaan beban kerja mental tidaklah semudah menilai beban kerja fisik. Pekerjaan yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahan fungsi faal tubuh. Secara fisiologis, aktivitas mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan yang ringan sehingga kebutuhan kalori untuk aktivitas mental juga lebih rendah. padahal secara moral dan tanggung jawab, aktivitas mental jelas lebih berat dibandingkan aktivitas fisik karena lebih melibatkan kerja otak (white-collar) dari pada kerja otot (blue-collar). Dewasa ini aktivitas mental lebih banyak didominasi oleh pekerja pekerja kantor, supervisior dan pimpinan sebagai pengambil keputusan dan tanggung jawab yang lebih besar, pekerja dibidang teknik informasi, pekerja dengan menggunakan teknologi tinggi, pekerjaan dengan kesiapsiagaan lebih tinggi, pekerjaan yang bersifat monotoni dll.
Dengan demikian penilaian beban kerja mental lebil tepat menggunkanan penilaian terhadap tinggkat ketelitian, kecepatan maupun  konstansi kerja seperti tes “Bourdon Wiresma”. Sedangkan jenis pekerjaan yang lebih memerlukan kesiapsiagaan tinggi (vigilance) seperti petugas “air traffic controllers” di bandar udara adalah sangat berhubungan dengan pekerjaan mental yang memerlukan kosentrasi tinggi. Semakin lama orang berkosentrasi maka akan semakin berkurang sikap kesiapsiagaannya. Maka uji yang lebih tepat untuk menilai vigilance adalah tes “waktu reaksi”. Di mana waktu reaksi sering dapat digunakan sebagai cara untuk menilai kemampuan dalam melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan mental.




7.6 Kepustakaan
Adiputra,N. 1998. Metodologi ergonomi. Monograf yang di perbanyak oleh progam studi ergonomi dan fisiologi kerja, progam pascasarjana Universitas Udayana Denpasar.  
Astrand, P.O &Rodahl, K 1977 Textbook of work physiology-physiology basws of exercise 2nd edt.McGraw-Hill book Company.USA.
Christeansen, E.1991. physiology of work .dalam :Parmaeggiani. L. Ed. Encyclopedia of occupational healt and safety, Third 1698-1700.
Gragjean,E.1993,fitting the tassk to the man,4th edt. Taylor % francis lnc.london.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja, No.51:1999. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.: Jakara.

untuk powerpointnya bisa didownlod disini
                
Previous
Next Post »

1 comments:

Click here for comments
Thanks for your comment